TERAPI BERMAIN (PLAY THERAPY)
Bermain
digunakan sebagai terapi untuk anak-anak sebagai mana konseling digunakan
sebagai terapi untuk orang-orang dewasa. Play
therapy merupakan suatu teknik konseling yang diberikan orang dewasa kepada
anak-anak dengan didasari oleh konsep bermain sebagai suatu cara komunikasi
anak-anak dengan orang dewasa untuk mengungkapkan ekspresinya dan sifat alami,
maka orang dewasa menggunakan pendekatan ini untuk mengintervensi atau mengajak
dialog dengan mereka sehingga tercipta perasaan yang lebih baik dan
mengembangkan kemampuan untuk mengatasi masalah.
A.
Konsep
Dasar Terapi Bermain
Landert (1991) menyatakan bahwa
dalam Play therapy dikenal tiga pendekatan, yaitu
1.
Non-directive
atau
humanis
Pendekatan
non-directive dipelopori oleh Williamson dengan karakteristik sebagai
berikut: pendekatan langsung (therapist-centered approach), pendekatan untuk
segera melakukan tindakan (action approach), dan lebih bersifat behavioristik.
Terdapat beberapa langkah dalam pendekatan ini, yaitu:
·
Analisis :
Mengumpulkan data dan semua sumber secara autoanamnesa
(yang dikemukakan oleh klien
sendiri) maupun alloanamnesa (yang dikemukakan oleh teman-teman, orang-orang
disekitar klien).
·
Sintesis :
Menghubungkan dan merangkum data.
·
Diagnosis : Mengidentifikasi masalah.
·
Prognosa :
Antisipasi apakah permasalahan dapat diselesaikan dengan
mudah.
·
Terapi :
Membantu menyelesaikan masalah klien.
·
Follow up : Tindak lanjut untuk mengevaluasi
apakah yang diberikan
dalam terapi dilakukan oleh klien. Tahap ini perlu dilakukan
terus-menerus.
2.
Directive
(child centered play therapy)
Dikembangkan
oleh Carl R. Rogers. Child-centered play
therapy lebih memfokuskan pada anak daripada masalah yang muncul. Meskipun
seringkali terapis yang sedang melakukan diagnosis dan asesmen menjadi
kehilangan cara pandang tetapi symptom/gejala
dianggap tidak sepenting anak. Pendekatan
ini dikembangkan berdasar asumsi bahwa:
a.
Orang
yang datang pada terapis memiliki kemampuan untuk mengenali dirinya untuk
mengubah konsep, sikap dasar dan tindakannya serta mengarahkan dirinya.
b.
Kemampuan
ini dapat tergali, jika tercipta suasana yang mendukung.
c. Klien
diberi kesempatan untuk memimpin terapi dan memotivasi tanggungjawab atas
penyelesaian masalahnya. Klien diminta membuat alternatif dan memutuskn
penyelesaiannya.
d. Klien
bebas untuk mengekspresikan diri.
e. Terapis
menerima pengetahuan, menjelaskan dan mengulang secara obyektif
pernyataan-pernyataan klien.
f. Klien
dibantu agar makin mengenal dirinya.
3. Electric
Pendekatan
ini merupakan gabungan dari pendekatan directif
dan non directif, digunakan bila
dalam terapi non directive anak kemudian diam tidak mau melanjutkan
permainan, terapis dapat membantu dengan terapi directive. Terapis
menggunakan cara yang dianggap tepat disesuaikan dengan kondisi klien dalam
satu kegiatan terapi. Klien dapat mengikuti program terapis dengan rileks
karena tidak ada paksaan, sehingga anak akan merasa membutuhkan terapis.
B.
Teknik-teknik
terapi bermain
Terdapat banyak teknik yang dapat
digunakan play therapy, diantaranya:
1.
Symbolic play
techniques
Merupakan
permainan yang secara simbolik memungkinkan anak untuk mengeluarkan kehidupan
emosi mereka melalui permainan.
2.
Play techniques
using natural media
Lauretta Bender,
1954 mengungkapkan bahwa play therapy dapat dilakukan pada anak dari
semua Negara dengan menggunakan pasir, batu, daun palm, salju atau kristal es.
Hal ini mengingat bahwa bahan-bahan alam memiliki arti/makna bagi anak dan
memiliki nilai terapuetik.
3.
Drawing and art techniques
Menurut Shaw,
1938 melukis dengan tangan memiliki fungsi terapuetik dan memunculkan katarsis.
Tahun 1946 Jacob Arlow dan Asja Kadis, melihat bahwa finger painting dapat
memproyeksikan dan mengekspresikan fantasi dan asosiasi bebas.
4.
Storytelling,
role playing, and imagery techniques
Mengeluarkan
konflik di dalam diri, mengenalkan cara adaptasi yang lebih sehat, dengan
bertujuan untuk memunculkan insight, menanamkan nilai-nilai dan keterampilan
menyelesaikan masalah.
5.
Board games
Cocok bagi anak
pada masa laten untuk mengembangkan achievement, kompetensi, menguasai
lingkungan, dan self-esteem.
6.
Electronic
techniques
Permainan
elektronik dapat menjadi alat untuk mengembangkan kemampuan menyelesaikan
masalah, mengendalikan agresi, meningkatkan kemampuan berpikir, kerjasama dan
nilai-nilai interpersonal.
Contoh Kasus :
Seorang murid TK
(taman kanak-kanak) JIS (Jakarta International School) berinisial M menjadi
korban pelecehan seksual karena disodomi dan mendapat tindak kekerasan dari
sejumlah petugas kebersihan di sekolah itu. Kasus pelecehan seksual,
pemerkosaan, sodomi dan kekerasan siswa di sekolah JIS (Jakarta International
School) ini terungkap saat ibunda bocah berusia 5 tahun itu mengaku kepada pers
bahwa anak semata wayangnya itu pertama kali diketahui menunjukkan keanehan
pada pertengahan bulan Maret lalu. Bagaimana kronologi kejadian pelecehan
seksual siswa di sekolah JIS ini hingga bisa terungkap? "Waktu itu anak
saya setiap mau berangkat sekolah pipisnya lama, bahkan dia sampai
menekan-nekan penisnya," ujarnya, Senin, 14 April 2014. "Waktu saya
tanya kenapa, dia bilang enggak mau pipis di sekolah." Sejak saat itu sang
ibu terus menemukan gelagat aneh lain pada anaknya. "Dia pernah dua kali
pulang ke rumah memakai baju pengganti dari sekolah. Waktu saya tanya kenapa,
dia cuma bilang kehujanan." Namun belakangan dia tahu bahwa anaknya itu
mengompol di sekolah. Kemudian dia memeriksa tubuh anaknya, lalu melihat luka
lebam berdiameter empat sentimeter pada pinggang kanan anaknya. "Dia
bilang lebam itu akibat kepentok meja." Setelah ditanya kenapa mengompol,
putranya itu mengaku terpaksa menahan kencing akibat takut pergi ke toilet
sekolah. "Anak saya diancam akan dipukul para pelaku kalau dia ngomong ke
siapa-siapa." Satu hal yang mengherankan ibunya ialah pihak sekolah sama
sekali tidak mengetahui kejadian ini. "Kepada kami, sekolah bilang tidak
tahu apa-apa dan menyerahkan kasus ini ke polisi." Padahal, kata dia, di
sekolah putranya masuk di kelas yang isinya 10-18 siswa. "Masak setiap dia
ke WC gurunya tidak sadar kalau dia lama dan apakah gurunya tidak melihat
tanda-tanda keanehan setelah anak saya dilecehkan?" Adapun kamera pengawas
sekolah tidak terpasang di sekitar toilet, sehingga aktivitas di sekitar lokasi
itu tidak terpantau. Ibunda korban semakin curiga karena sejak Februari lalu
putranya menjadi sangat pendiam. Berat badannya pun turun drastis dari 30
menjadi 25 kilogram hanya dalam dua pekan. "Saya juga ngeh kalau anak saya
memang sedikit pemurung." Pada 21 Maret 2014, sang ibunda kembali terkejut
karena putranya lagi-lagi pulang ke rumah memakai baju cadangan dari sekolah.
Waktu itu korban bahkan terlihat mengompol. "Saat itu dia bilang ke saya,
Mami, tolong bilang ke teman Mami yang polisi, datang ke sekolahku karena ada
bapak jahat di sekolah," ujarnya, menirukan ucapan anaknya. Dari sana,
sang ibu semakin yakin ada yang salah dengan aktivitas anaknya di sekolah.
Setelah mendekati putranya pelan-pelan, akhirnya dia berhasil mendapatkan
cerita yang mengagetkan itu. "Tanggal 21 Maret malam, anak saya cerita kalau
di sekolah dia kerap disiksa sejumlah orang yang dipanggilnya Bapak dan
Mbak." Menurut dia, anaknya bercerita bahwa orang yang disebut Bapak itu
beberapa kali memasukkan alat vitalnya ke pantat di kamar mandi sekolah.
"Anak saya mengaku dipegangi seorang perempuan setiap kali pria yang
disebut Bapak itu melakukan aksi bejatnya. Bahkan si perempuan juga memukuli
dan menelanjangi anak saya." Salah satu cerita anaknya ialah peristiwa
yang terjadi pada pertengahan Maret lalu. Anaknya mengatakan pernah dihukum
seorang perempuan di dalam toilet. "Perempuan itu memukuli dan membuka
celana anak saya, kemudian salah seorang pelaku pria menyuruh anak saya
'mengeluarkan semut' dari penis pria itu." Sang anak kemudian memeragakan
gerakan hukuman itu. Kaget dan marah mendengar kisah anaknya, sang ibu langsung
mendatangi pihak sekolah.
Untuk menyelesaikan pada contoh
kasus di atas konselor bisa menggunakan terapi bermain atau Play theraphy
yang lebih digemari oleh anak untuk mengatasi trauma yang dialami oleh anak
tersebut, menurut Mashar (dalam penerbitan) banyak teknik yang dapat digunakan
dalam Play theraphy, diantaranya Storytelling, role playing, and
imagery technique yaitu mengeluarkan konflik didalam diri, mengenalkan cara
adaptasi yang lebih sehat, dengan bertujuan untuk memunculkan insight,
menanamkan nilai – nilai dan keterampilan menyelesaikan masalah.
Daftar Pustaka :
Mashar,R. Konseling Pada Anak Yang Mengalami
Stress Pasca Trauma Bencana
Merapi Melalui Play Therapy.
Hartiningsih, N.
(2013). Play Therapy Untuk Meningkatkan
Konsentrasi Pada Anak
Attention
Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). Jurnal ilmiah
psikologi terapan, Vol.01, No.02.
http://www.kompasiana.com/millatihusna/konseling-anak-sebuah-penanganan-terhadap-anak-korban-kekerasan-seksual_54f38c527455137f2b6c7b4c